“Kau ditahan di sel mana?”
Kocak. Netranya menelisik pria berperut buncit dengan seragam kepolisian di depannya. Pertanyaan bodoh sama seperti kelakuannya selama ini di lapas. Merokok, buang angin, tidur, dan begitu seterusnya. Kana memperhatikan segalanya, bahkan ketika tangan bau asap rokok murah menjalar pelan menuju tangannya yang digeletakkan di atas meja. Kana menendang kaki meja sedikit keras, mengurus segala berkas dengan cepat, dan bergerak keluar area kepolisian tersebut.
Paragraf diatas adalah sepenggal cerita dari salah satu cerpen yang ada didalam antologi ini, dengan kumpulan 16 karya cerpen, antologi “Titik Buta” menyuguhkan berbagai cerita menarik dalam setiap cerpennya. Sangat menarik untuk dibaca dan selamat mengembara!
Sinopsis 2
Mereka sudah setengah perjalanan ketika ia melihat baliho berwarna merah menyala dengan gambar seorang perempuan bertudung a la Fatmawati bertuliskan, “Tangismu, Tangisku, Ceriaku, Ceriamu. Saatnya Bangkit Menatap Masa Depan.” Ia bergidik. Perkataan di baliho kelewat kuno dan utopis. Tai semuanya. Ia kembali mengingat pada sore terakhir ia mendengar lagu Muram milik Payung Teduh, itu juga hari terakhirnya ingin melihat warna merah. Warna baju yang dikenakannya hari itu. Warna kesukaannya.
Paragraf diatas adalah sepenggal cerita dari salah satu cerpen yang ada didalam antologi ini, dengan kumpulan 16 karya cerpen, antologi “Titik Buta” menyuguhkan berbagai cerita menarik dalam setiap cerpennya. Sangat menarik untuk dibaca dan selamat mengembara!
0 Komentar